Apa
yang saya ketahui tentang filsafat adalah lazimnya seperti materi pengantar
filsafat dan logika yang diberikan dalam latihan kader 1 atau basic training Himpunan Mahasiswa Islam
(HmI) di beberapa komisariat pada umumnya yang bernaung dalam cabang-cabang di
Jakarta adalah filsafat itu berasal dari bahasa Yunani yaitu philos dan sophia yang kira-kira
berarti “cinta kebijaksanaan”, dalam wilayah praxis filsafat secara umum bisa bermakna “ pemikiran yang mendalam
dan menyeluruh tentang hakekat kebenaran”. Saya kemudian memaknai tentang
hakekat kebenaran, Ada kata “hakekat” disitu yang bermakna intisari atau
esensi. Filsafat berarti mengkaji esensi dari kebenaran atau intisari dari
kebenaran dan melebihi daya nalar tentang kebenaran karena selaras dengan cara
berpikir filsafat yang radikal.
Kemudian,
apa yang dimaksud dengan kebenaran ? benar adalah kesesuaian antara ide dengan
realitas, berlaku prinsip hubungan relevansi disini yaitu relevansi ide dengan realitas.
Karena nya menurut saya bisa saja kebenaran itu di klaim oleh hanya beberapa
orang jika mengacu kepada pengertian tersebut. Aristoteles menyelesaikan
masalah ini dengan menyatakan syarat-syarat kebenaran yaitu kebenaran harus
memenuhi syarat-syarat agar dapat di terima umum yaitu kebenaran haruslah
universal,objektif, argumentative dan
ilmiah. Mengacu kepada syarat kebenaran tersebut, sehingga bisa di tarik
kesimpulan bahwa benar yang di maksud Aristoteles adalah benar yang berlaku
secara universal, yang bisa diterima oleh semua orang dan pastinya ber
konsekuensi kebenaran itu haruslah objektif.
Rene
Descrates seorang filsuf Perancis berusaha keluar dari paradigma kebenaran yang
objektif tersebut dengan mengemukakan jargon “corgito ergo sum” ( aku berpikir maka aku ada). Dengan
demikian, berlakulah prinsip kebenaran subyektivisme ala Descrates, bahwa yang
benar adalah ke-diri-an ku, yang
“ada” adalah aku sendiri, sedangkan di “luar” ku harus diragukan dulu untuk
menjadi kebenaran.
Tetapi
sangat mudah kita bisa mengatakan jika semua kebenaran di “luar” ku harus
diragukan, maka termasuk juga pendapat “corgito
ergo sum” nya Descrates sendiri. Artinya manusia yang menurut definisi
Aristoteles adalan hewan yang berpikir hidup secara sosial saling meragukan,
sehingga kebenaran mutlak adalah hanya pernyataan kebenaran itu harus diragukan!
Dengan demikian hal ini mendobrak pemikiran umum bahwa kebenaran itu harus
Universal dan objektif.
Jadi,
yang mana kebenaran mutlak yang sesungguhnya jika setiap klaim kebenaran itu
harus diragukan ? Descrates sampai pada kesimpulan akhir bahwa pasti harus ada
kebenaran yang tidak bisa diragukan lagi kebenarannya, yaitu yang membuat
manusia saling meragukan dan berpikir tentang hakekat kebenaran yaitu Allah
sang Tuhan. Kemudian, jika Tuhan adalah kebenaran mutlak sementara selainNya
harus diragukan kebenarannya, mungkinkah semua kehidupan dunia di atur juga
secara mutlak oleh Nya ? apakah Dia juga bertanggung jawab atas semua yang
terjadi di dunia ? simak pertanyaan Alferd North Whitehead si dues
unde malum ?
“Semua yang ada di langit dan di
bumi selalu meminta pertolongan pada Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan”
( QS. Ar Rahman : 29 )
Setujukah
dengan kalimat “ hidup hanyalah senda gurau belaka ? “
Comments
Post a Comment