Tentang Nietsche
[1]
Apa yang
terkenal dari Nietsche ? apa lagi kalau bukan quotes nya dalam Zharatustra yaitu “tuhan
sudah mati, jika tuhan masih hidup kitalah yang membunuhnya” sebuah cerita
singkat dalam Zarathustra dengan quotes ini di gambarkan seperti ;
“Zarathustra pergi kepasar kemudian berteriak
ke orang-orang, tuhan sudah mati ! tuhan sudah mati ! kita lah yang
membunuhnya, kamu, aku dan kita semua yang membunuhnya”
Ungkapan yang
mengingatkan saya kepada penulis hebat J.P Satree yang menyatakan bahwa
eksistensi manusia bahkan bisa dilihat dari pandangan mata manusia yang lain, “pandangan mata orang lain seolah-olah
menyiksaku” . hmm mungkin Satree terlalu berlebihan, tapi maksud dari
ungkapan ini adalah bahwa semua bermula dari kebebasan manusia , manusia yang
lemah karena ada dewa-dewa di atas sana yang lebih hebat dan mereka membiarkan
kita menderita sebagai bentuk permainan yang indah versi dewa-dewa.
“Dewa-dewa sedang menertawakan kita dalam
setiap penderitaan kita”[2] kata
Sartree ,
Tetapi sejak api dewa tersebut di curi
kemudian di berikan kepada manusia , manusia menjadi lebih bebas ya intinya
kebebasan manusia menjadi sama dengan dewa-dewa[3]. Inilah
awal dari filsafat humanism modern
saat ini. Saya menyebut humanism
sebagai atheism modern bahkan
eksistensialis lebih baik dari cara berpikir humanism.
Iya manusia
versi Satree adalah yang mempunyai kebebasan, manusia menjadi tidak bebas
karena kebebasan manusia lain. Tapi Nietsche lebih dari Sartree, gaung Tuhan
sudah mati menjadi mainstream yang mencitrakan bahwa si filsuf “gila” adalah atheis ekstrim. Filsuf gila ? ya dalam
sebuah buku yang di tulis oleh seorang dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara
Jakarta tentang Nietsche menyatakan bahwa filsuf ini adalah image gila, dan
orang yang mempelajarinya bahkan mengkajinya adalah gila juga. Otomatis saya
lebih gila lagi.
Ada ungkapan
islam KTP atau yang lebih buruk lagi “kebetulan islam” , islam formalitas dsb,
sehingga kesan yang sampai kepada kita tentang idiom tersebut adalah islam yang
tidak merasuk kedalam pribadi kita, padahal islam menuntut kepasrahan total
kepada Yang Maha. Nah keterikatan atau kepasrahan total inilah yang mungkin
disebut Sartree merebut eksistensi manusia, karena seharusnya manusia itu
bebas, dengan menyerahkan hidup serta urusannya kepada tuhan otomatis manusia
menjadi tidak bebas dengan sendirinya, sebaliknya islam menyebut kepasrahan
inilah yang membebaskan manusia dengan prinsip landasan yang disebut tauhid.
Bagaimana dengan
Nietsche, ungkapan Tuhan telah mati membuat Nietsche membuat sosok lain yang
lebih hebat dari tuhan itu sendiri yang diberi nama olehnya sebagai Ubermasch yaitu sosok manusia yang
sempurna yang berhasil menjadi coordinator kehendak berkuasa nya sendiri.
Sebenarnya ini adalah kritik yang serius bagi umat yang beragama. Ketika agama
hanya menjadi komoditas , symbol-simbol yang justru menjadi komersialisasi,
alat pemecah persatuan, hanya formalitas dan jauh dari praktek-praktek
keagamaan itu sendiri maka saat itulah ubermasch
itu berkuasa dan timbul. Islam menyebutnya munafik, islam tapi tindakannya
tidak islami sekali ya itulah ubermasch,
manusia yang dengan kemanusiaannya berhasil lebih hebat dari Tuhan itu sendiri,
terlepas dari perdebatan Tuhan itu eksis atau tidak. Sehingga ungkapan “ tuhan
sudah mati atau jika tuhan masih hidup mari kita bunuh dia” menjadi sangat
relevan dalam kasus ini. Dalam konteks
ini Nietsche sebenarnya sangat jauh dari sebutan atheis yang lekat dengan
Feurbach dan marx dengan teori proyeksi nya (Tuhan adalah proyeksi akal manusia).
[1]
Tulisan ini tanpa referensi, mungkin ada referensi tapi tidak secara langsung,
jadi wajar jika kutipannya serampangan dan tidak sesuai dengan teks aslinya
karena hanya seingat penulis
[2]
Word, J.P sartree
[3]
Bandingkan dengan cerita jatuhnya adam dari surga, beberapa litelatur
menyatakan bahwa buah yang di makan oleh adam atas bujukan siti hawa adalah
buah “kebebasan”, “keabadian”
Comments
Post a Comment