Manusia adalah makhluk kongkrit[2], yaitu
orang-orang yang hidup pada zaman tertentu dan sebagai anggota masyarakat
tertentu. Manusia ditentukan oleh keadaan masyarakat dimana mereka hidup. Maka
manusia disebut makhluk sosial, karena ia hanya bisa hidup dan dapat bekerja
dalam suatu tata masyarakat yang ia jumpai waktu lahir dan dibesarkan.[3]
Untuk dapat mempertahankan dan
melangsungkan hidup, manusia harus bekerja mengubah alam dan menciptakan
lembaga sosial, dan melalui lembaga sosial itu mereka sendiri dibentuk. Maka,
manusia dan alam, manusia dan keadaan sosial harus dihubungkan satu dengan yang
lainnya secara dialektis. Yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang satu
lainnya, harus terdapat suatu keseluruhan, dimana unsur-unsurnya tidak dapat
berdiri sendiri dan terlepas satu sama lain, dan dalam hubungannya dengan
keseluruhannya.
Untuk memenuhi kebutuhan hiduonya
manusia harus bekerja mengubah alam, Maka pekerjaan adalah tanda bahwa manusia
lain daripada binatang, ia makhluk yang bebas dan universal. Bebas karena ia
berpikir , tidak langsung memberi reaksi terhadap obyek. Universal, bahwa
manusia itu tidak terikat oleh lingkungan alamnya. Alam ditaklukan, dijadikan
bahan pekerjaan dan untuk menaklukan alam atau mengubah alam diperlukan alat. Manusia
mampu mencipta alat. Maka, pekerjaan dapat disebut tanda martabat manusia[4].
Dalam pekerjaan manusia dapat
merealisasikan hidupnya, dan dalam pekerjaan itu pula manusia disebut makhluk sosial,
karena hasil kerjanya untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain,itu berarti
hasil kerjanya diakui oleh orang lain dan berarti pula ia manusia yang berguna.
Dengan demikian seharusnya manusia harus puas dan senang dalam pekerjaannya,
maka dapat disimpulkan bahwa pekerjaan itu merupakan jembatan emas antar
manusia.
Dalam pekerjaan manusia mendapatkan
hasil kerja. Hasil kerja itu diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya,
berupa sejarah. Jadi sejarah adalah hasil pekerjaan manusia, yaitu akibat suatu
kegiatan dari suatu deretan generasi ke generasi yang lainnya, saling sambung
menyambung dan bahu membahu. Di samping itu pekerjaan memberi bentuk baru
kepada alam sesuai dengan kebutuhan hidup manusia[5]
Seharusnya manusia harus puas dan
senang dalam pekerjaan, karena ia dapat merealisasikan dirinya dan dapat
bekerja sama dengan manusia lain.Tetapi dari zaman masyarakat kepemilikan budak
sampai zaman masyarakat kapitalisme, pada kenyataannya manusia itu terasing
dalam pekerjaannya, karena ia bersaing dengan manusia lainnya. Di samping itu
pula keterasingan manusia dalam pekerjaan itu juga di akibatkan oleh uang,
paksaan dan kepentingan manusia lain.
Uang sebagai tanda keterasingan
manusia, karena uang sebagai perantara antara manusia dan kebutuhannya. Manusia
yang bekerja tidak butuh hasil kerjanya berupa barang, tetapi ia butuh nilai
tukarnya, yaitu uang. Kerja untuk memenuhi kebutuhan orang lain tidak menjadi
penting lagi, yang diinginkan ialah uangnya. Dengan demikian karena manusia
dipengaruhi oleh uang, ia tidak saling menghargai terhadap sesamanya tetapi
saling mempergunakannya. Maka manusia hanya sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan manusia lainnya[6].
Paksaan sebagai tanda
keterasingan manusia, karena manusia itu bekerja terpaksa, yaitu untuk menjamin
nafkah hidupnya. Maka, ia terpaksa bekerja untuk kepentingan orang lain,
hasilnya dimiliki oleh orang lain, maka ia menjadi terasing dari hasil kerja
nya. Disamping itu ia juga terasing dari tindakannya, karena ia bekerja atas
periintah orang lain, bukan oleh kemauan sendiri, dan juga terasing dari
dirinya sendiri, karena ia bekerja untuk mencari nafkah, maka ia diperalat
dirinya sendiri. Hal itu sangat jelas terlihat dalam system ekonomi kapitalisme[7].
Keterasingan dari orang lain
karena kepentingan. Dalam pekerjaan pada system ekonomi kapitalisme, manusia
yang bekerja itu terdiri dari dua kelas , yaitu kelas pemilik alat-alat
produksi atau kaum kapitalis dan kelas buruh. Kedua kelas itu memiliki
kepentingan yang saling berbeda, kaum kapitalis ingin mendapat laba yang banyak
dan kaum buruh ingin upah yang layak. Perbedaan
kepentingan itu akhirnya melahirkan pertentangan kelas. Kelas pemilik alat-alat
produksi dengan kepemilikannya dan kekuasaannya itu dapat membentuk system masyarakat.
Kelas buruh yang merupakan mayoritas acuh atau asing terhadap masyarakat yang
diciptakan oleh kaum kapitalis itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
keterasingan manusia disebabkan oleh adanya system hak milik pribadi atas
alat-alat produksi, system kerja upahan dan adanya perbedaan kepentingan.
Sistem hak milik itu yakni system
hak milik atas alat-alat produsi oleh kelas kapitalis dan hak milik atas hasil
kerja kelas buruh oleh kelas kapitalis. Kelas kapitalis disebut kelas penghisap
atau penindas karena ia meramas hasil kerja buruh melalui system kerja upahan,
dengan itu ia dpat berkuasa dalam bidang ekonomi dan ditindas hanya sebagai
alat produksi yang tidak mempunyai kekuasaan ekonomi, social dan politik. Oleh
sebab itu, kelas buruh hidup terasing, terasing dalam bidang ekonom, social dan
bidang politik.
Proses perkembangan kelas
kapitalis selanjutnya membuat kelas buruh lebih berat penderitaannya. Mereka
bertambah miskin, sengsara, menderita dan jumlahnya makin bertambah banyak.
Mereka sdar bahwa kelas kapitalis tidak akan bisa menolong dan mengubah
nasibnya. Selama kapitalisme masih bercokol, mereka tetap akan menjadi budak
atau hamba sahaya saja. Maka mereka ingin menjadi manusia yang bebas dari
penghisapan dan penindasan, atau mereka ingin mengakhiri keterasingannya. Mereka
harus membebaskan dirinya sendiri, yaitu dengan melawan kelas kapitalis dan
menghancurkan system kapitalisme. Inilah oleh karl Marx disebut perjuangan
kelas.
Pertentangan kelas dalam zaman
kapitalisme antara kelas kapitalis dengan kelas buruh tidak dapat diselesaikan
dengan jalan damai. Pertentangan tersebut bersifat antagonis , yakni
pertentangan yang tidak dapat dikompromikan, karena kepentingan masing-masing
pihak yang saling berlawanan, bertolak belakang. Kepentingan kelas kapitalis
yang mempunyai kekuasaan ekonomi, social, dan politik tidak akan rela
menyerahkan kekuasaan kepada kelas buruh. Dan kelas buruh juga tidak akan dapat
mengubah nasibnya kecuali harus melawan kelas kapitalis dengan serentak, untuk
merebut kekuasaan ekonomi, social dan politik. Itulah karl marx yang disebut
revolusi, yakni revolusi kelas buruh terhadap kelas kapitalis[8].
Dengan demikian hanya melalui
suatu revolusi politik, kelas buruh dapat dan menguasai Negara. Berarti kelas
buruh dapat melepaskan diri dari penghisapan dan penindasan kelas kapitalis. Kelas
kapitalis yang dikalahkan dalam suatu revolusi kelas buruh, tidak begitu saja
lenyap dari masyarakat. Sisa-sisanya masih hidup dan masih bisa tumbuh dalam Negara
diktator proletariat. Dengan demikian dalam Negara dictator proletariat, kelas
masih ada dalam masyarakat. Kalau kelas masih ada dalam masyarakat, Negara pun
harus tetap masih ada, demikian Marx menandaskan.
Negara akan lenyap bila kelas-kelas
dalam masyarakat sudah tidak ada lagi. Masyarakat tanpa kelas itulah yang
disebut oleh Karl Marx disebut masyarakat komunis, yaitu suatu system masyarakat
dimana setiap orang bekerja menurut kemampuannya dan setiap orang memperoleh
keperluan hidup menurut kebutuhannya[9].
[1]
Artikel ini sepenuhnya di ambil dari buku “Karl Marx : Ekonomi Politik Dan
Aksi-Revolusi” Dr. Darsono hal 26, dengan judul : “Pandangan Karl Marx”
[2]
Pandangan yang persis sama dengan paham L. Feurbach
[3]
Sehingga berlaku bahwa alam atau lingkunganlah yang membentuk ide serta prilaku
manusia
[4]
Bandingkan dengan pendapat Ali Syariati yang menyebutkan bahwa kebebasan manusia
lah yang menjadikan manusia itu khalifah, karena kemampuan berpikirnya yang
membuatnya berbeda dengan mahkluk Tuhan lainnya dengan semua konsekuensi
logisnya
[5]
Berbanding terbalik dengan sejarah yang di pahami Hegel
[6]
Belakulah konsep homo homini lupus
[7]
Bandingkan dengan konsep keterasingan manusia versi Nietsche : bahwa dengan
beragama dan mengakui kekuasaan Tuhan manusia menjadi terasing sehingga harus
menjadi ubermasch sebagai solusi atau J.P Satree : kebebasan manusia adalah
membuat diri ku tidak bebas termasuk pandangan manusia lain. Konsep kebebasn
manusia ini lah yang menjadi latar belakang demokrasi dan struktur Maxwell
[8]
Konsep ini berbanding terbalik dari dialektika idealism Hegel yang ditangan
Marx menjadi dialektika materialis : bukan ide yang berdialektika tapi materi
karena materi lah yang esensi bukan ide
[9]
Inilah ide Marx yang dianggap utis atau khayalan semata, dengan referensi
perbedaan adalah fitrah kehidupan manusia, lihat QS Al Baqarah : 251
Comments
Post a Comment