“Setidaknya 21 minimarket Alfamart di Kendal, Jawa Tengah, dan daerah
sekitarnya menjual ratusan terompet akhir tahun berbahan sampul Alquran. Untuk
mencegah keresahan, polisi turun tangan”[1]
Penggalan paragraf di atas di kutip dari sebuah berita berjudul “Sampul Al-Quran Jadi Bahan Terompet, Polisi Periksa Minimarket Di Kendal” yang di post di website Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) www.icmi.or.id tanggal 29 Desember 2015. Kita kaget ? seharusnya tidak karena, hal ini sesungguhnya sering terjadi bahkan tidak cuma di Indonesia, ada sepatu dengan lafaz Allah, sandal juga begitu, bahkan ada baju dengan lafaz ayat Al Quran yang di kutip kemudian di sablon di sebuah kaos. Apakah hal itu menjadi biasa ? atau menjadi sangat janggal kalau tidak ingin menyebutnya menghina jika sampul Al Quran jadi bahan terompet ?
Perspektif
Hermeneutika
Benarkah
terompet dengan bahan sampul Al Quran ini menjadi masalah besar ? simak pernyataan
Bapak Menteri Agama berikut ini,
“Berdasarkan
siaran pers, Menag mengaku menyesalkan peristiwa ini bisa terjadi. Menurutnya,
menjadikan sampul Alquran sebagai bahan terompet adalah perbuatan yang tidak
patut. Sisa bahan dari proses pencetakan Alquran seharusnya dihancurkan agar
tidak digunakan untuk hal-hal lainnya.
Lukman menjelaskan, pasal 5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No 01 Tahun 1957 tentang Pengawasan terhadap Penerbitan dan Pemasukan Alquran mengatur bahwa sisa dari bahan-bahan Alquran yang tidak dipergunakan lagi, hendaklah dimusnahkan untuk menjaga agar jangan disalahgunakan.
Kendati demikian, Lukman meminta masyarakat tetap tenang, tidak mudah terprovokasi dan menyerahkan penuntasan masalah ini pada koridor hukum”[2]
Lukman menjelaskan, pasal 5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No 01 Tahun 1957 tentang Pengawasan terhadap Penerbitan dan Pemasukan Alquran mengatur bahwa sisa dari bahan-bahan Alquran yang tidak dipergunakan lagi, hendaklah dimusnahkan untuk menjaga agar jangan disalahgunakan.
Kendati demikian, Lukman meminta masyarakat tetap tenang, tidak mudah terprovokasi dan menyerahkan penuntasan masalah ini pada koridor hukum”[2]
Perbuatan
tidak patut apa yang di maksud Bapak Menteri Agama ? tidak patut karena sampul
Al Quran sebagai teks suci tapi malah di jadikan bahan terompet ? jika iya,
seberapa suci nya teks ini ? sampul Al Quran ini hanya sekedar sampul biasa
layaknya buku biasa, dari kertas bahannya.
Jika menurut analisa Hermeneutika, bukan tulisannya atau teks nya tapi
jaring makna yang di hasilkan sebuah teks, bukan fisik teks, tapi pesan atau
kondisi mental penulis teks[3].
Mengapa
sampul Al Quran tidak boleh menjadi bahan sebuah terompet ? apakah boleh kutipan
ayat Al Quran di jadikan bahan sablon di sebuah baju kaos ? lafaz Syahadat di
sebuah bendera misalnya ?
Bukankah
yang penting adalah apakah akhlak kita
sudah sesuai dengan Al Quran layaknya akhlak Nabi Muhammad ? Jika bahan
bahan dari teks Al Quran itu adalah sangat suci dan sakral, kemudian mengapa
harus di musnahkan sesuai dengan pasal
5 Peraturan Menteri Agama (PMA) No 01 Tahun 1957 yang di kutip oleh Bapak
Menteri Agama, bukankah teks suci harusnya tidak di musnahkan ? jika di
musnahkan “dia” menjadi kehilangan “kesucian” nya ? harusnya Al Quran itu di
jaga supaya tidak di salah gunakan, jika memusnahkan bolehkah kita menyebutnya
tidak menghormati teks suci ?
Kata Keikeegard, manusia
cenderung melampaui keterbatasannya padahal dia terbatas dengan memperlakukan
yang terbatas selayaknya seperti yang tidak terbatas, iya teks Al Quran ini.
Perspektif Simbol
Jika
argumennya adalah sampul Al Quran atau teks suci Al Quran adalah sakral yang
menjadi simbol kesucian agama islam karena diturunkan oleh Allah SWT kepada
Muhammad sebagai petunjuk bagi umat manusia, sepert di yakinkan oleh Al Quran
itu sendiri, maka hal ini seperti presiden sebagai simbol sebuah negara
sehingga tidak boleh di lecehkan karena sama saja melecehkan negara tersebut,
atau sebuah lambang organisasi yang tidak boleh di remehkan atau di rendahkan
layaknya bendera negara.
Sampul
Al Quran di jadikan bahan sebuah terompet berarti merendahkan kesucian Al Quran
itu sendiri sebagai sabda Tuhan, argumen yang cukup bisa di terima tetapi
sangat bertentangan dengan pasal 5 PMA no 01 tahun 1987 tadi bahwa sisa
bahan dari proses pencetakan Alquran seharusnya dihancurkan agar tidak digunakan
untuk hal-hal lainnya[4]
Mengapa simbol kesucian, sabda
Tuhan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa yang di abadikan dalam teks malah di
musnahkan ? untuk tidak disalah gunakan jawabnya, iya memusnahkannya sepertinya
persepsi yang lebih layak.
[2] http://www.icmi.or.id/blog/2015/12/menag-minta-kasus-terompet-berbahan-alquran-harus-diusut-tuntas
[3] Sebagai referensi
bisa di pelajari hermeneutika Friedrich D.E Schleiermacher
[4] Saya
mengutip pernyataan Menteri Agama di website ICMI http://www.icmi.or.id/blog/2015/12/menag-minta-kasus-terompet-berbahan-alquran-harus-diusut-tuntas
Comments
Post a Comment