Hans Georg Gadamer [1]
Deskripsi Biografi singkat
Hans Georg Gadamer merupakan filsuf
dari masa romantik dan berasal dari lingkungan yang berbeda dengan pendahulunya
Friedrich D.E Schleiermacher seorang teolog dan Wilhelm Dilthey seorang
protestan. Gadamer berasal dari keluarga yang menyukai science khususnya ilmu
pasti (nature science). Tentu saja Gadamer adalah seorang protestan tetapi
ayahnya terlalu mempengaruhinya untuk belajar ilmu pasti[2].
Pertemuannya dengan Martin Heidegger
kemudian merubah hidupnya dan menjadi filsuf khususnya filsafat hermeneutika. Gadamer
lebih menyukai sejarah dan antropologi dan sempat bersinggungan dengan mahzab
Malburg[3].
Dalam beberapa komentar sering disebutkan Gadamer adalah bintangnya Heidegger[4],
dan terkesan filsafat Gadamer adalah perluasan dari filsafat Heidegger
(postHeidegger). Heidegger lah yang kemudian meyakinkan ayah Gadamer bahwa
anaknya akan menjadi pemikir/filsuf dengan karir yang hebat suatu saat nanti[5]
Hermeneutika Sebagai Filsafat Hans Georg Gadamer[6]
Seperti filsafat hermeneutika,
filsafat ini berbicara tentang pemahaman. Jadi bagaimana pemahaman itu menurut
Gadamer ? Gadamer seolah olah mencabut “pemahaman” manusia keluar dari kesempitan
ilmu. Pada saat ini lah Gadamer berarti juga keluar dari ontologi
hermeneutikanya Heidegger. Bagi Heidegger Hermeneutika adalah ontologi, tentang
siapa kita, bahwa manusia itu sendiri bukanlah memahami sebenarnya tapi manusia
adalah pemahaman itu sendiri. Gadamer memperluas ide Heidegger yang menjadikan
pemahaman lebih luas dalam lingkup sosial dan bahkan terlalu luas melebihi dari
konsep diri[7]
Bagi banyak orang memahami artinya
setuju atau menyetujui, tapi tidak bagi Gadamer, sebelum orang memahami sesuatu
sudah ada kondisi sebelum pemahaman itu terlebih dulu, iya semacam pra
pemahaman.
Kritik Kepada Pendahulu Hermeneutika
Friedrich D.E Schleiermacher mencoba
menafsirkan teks teks kuno dengan masuk kedalam kondisi mental penulis dan
keadaan psikologi serta sosial teks itu ditulis sehingga bisa dihasilkan
penafsiran yang objektif. Pemahaman penafsiran justru muncul dari
ketidakpahamanan[8],
Bagi Gadamer, salah paham yang
terjadi adalah bagian dari ontologi, bagaimana bisa terjadi salah paham jika
kita tidak membawa pemahaman masing masing ? sehingga sebenarnya sebelum ada
salah pahamnya Schleiermacher sudah ada pemahaman awal. Jadi problem
hermeneutika adalah pemahaman itu sendiri[9]
Wilhelm Dilthey menjelaskan konsep
kesejarahan yang berbeda dengan dialektika Hegel. Dilthey tidak mengenal masa
lalu, sekarang dan masa depan. Bagi Dilthey sejarah adalah satu konsep yang
utuh.
Peneliti sosial bisa meneliti
fenomena sosial dari sudut pandangnya sendiri dan membawa pemahamannya sendiri
kepada teks atau studi sosial tertentu, atau berusaha masuk ke dalam lingkungan
sosial dan mental objek penelitian sehingga hasil penelitiannya menjadi
objektif yang kemudian dituangkan dalam bentuk laporan histografi.
Tetapi Gadamer bertanya bagaimana
mungkin peneliti bisa keluar dari sejarah itu sendiri ? bukankah dirinya adalah
bagian dari sejarah itu sendiri ? [10].
Sampai disini pemahaman objektifitas
Gadamer menjadi absurd dan membingungkan, yang dipenuhi prasangka prasangka[11]
Bagi Gadamer, kondisi objektif itu
menjadi tidak pernah kita capai, selalu ada pertentangan dalam kebenaran
objektif itu sendiri[12],
sehingga prasangka itu wajar dan yang menjadi masalah selanjutnya adalah
prasangka yang manakah yang legitimate ? legitimasi selalu tentang kekuasaan.
Kekuasaan erat kaitannya dengan
otoritas dan tradisi[13]
tapi tradisi juga wajar karena menolak tradisi juga adalah tradisi itu sendiri.
Sehingga hermenutika Gadamer menjadi dinamis karena setiap orang menafsirkan
pemahaman berdasarkan prapemahamannya sendiri sendiri yang itu juga adalah sebetulnya
prasangkanya sendiri dan berdasarkan tradisi tradisinya masing masing. Hal ini
disebut dengan istilah “horizon” dalam istilah Gadamer.
Jika setiap orang punya prasangka
prasangka nya sendiri dalam menafsirkan pemahaman, maka kita tidak pernah benar
dan objektif jika hanya mengandalkan pemahaman kita sendiri. Kita mesti terbuka
atas banyak horizon horizon yang ada di sekitar kita, bersikap lebih terbuka
dan toleran sehingga menjadi pribadi yang arif dalam pengertian Socrates.
Pribadi ini di sebut pribadi bildung dalam istilah Gadamer.
[1] Filsuf
hermeneutika terbesar setelah Martin Heidegger, dan memang Gadamer adalah murid
Heidegger yang kemudian tidak lagi berkomunikasi setelah Heidegger terlibat
dalam neo NAZI
[2] Ilmu yang
kemudian ditinggalkannya dan beralih menjadi filsuf setelah bertemu Heidegger,
ayah Gadamer suka menyindir para filsuf atau ilmuan sosial itu adalah ilmuan
gosip
[3] Mahzab
yang menganut NeoKantianisme
[4] Berasal dari
mitos polithiesme Yunani Kuno, bahwa setiap manusia punya bintangnya sendiri
[5] Tetapi
kemudian tesis Gadamer untuk lulus dari kuliahnya hasilnya dianggap sangat
jelek bagi heidegger, dan hubungan mereka memburuk setelah Heidegger terlibat
dalam NAZI , padahal Gadamer tidak suka politk praktis
[6] Mungkin lebih
cocok diberi judul Hermeneutika sebagai ontologi
[7] Konsep yang
sangat identik dengan ontologi, tentang aku, Aku, me-aku, ke-aku-an
[8] Sejenis
dengan salah paham, sehingga bagi scheileimacher yang disebut modern adalah
hasil dari salah paham, suatu kontradiksi dalam hermeneutika
[9] Bagaimana
Gadamer mendapat teori ini, tentu saja dari guru filsafatnya yaitu teori
prastrukturnya Heidegger
[10] Konsep yang
sama terhadap penafsiran implisit dalam politea plato, atau injil Judas, jika
injil judas benar bukankah injil yang sekarang jadi salah dan membatalkan semua
teori kristen.
[11] Zaman
Gadamer adalah zaman dimana terjadi pertentangan antara mahzab romantik yang
ingin bernostalgia dengan masa lalu yang indah, sehingga sebenarnya konsep
rekreasi berasal dari sini dengan mahzab pencerahan yang berusaha
mengobjektifkan mitos menjadi logos logos
[12] Seperti
dialektikanya Hegel dan falsifikasi Karl Popper
[13] Otoritas
ditolak oleh kaum pencerahan karena penghalang kebebasan dan tradisi juga
ditolak karena irasional
Comments
Post a Comment