Karen Armstrong Tentang Muhammad dan Islam


Dilihat dari sudut pandang sekuler murni, kita dapat menyatakan bahwa Muhammad merasakan persoalan yang besar dalam menghadapi umatnya pada suatu tingkat yang lebih dalam daripada sebagian besar sahabatnya. Ketika ia “mendengarkan” peristiwa-peristiwa, ia harus menyelidiki secara mendalam dan merasakan sakit yang luar biasa untuk menemukan solusi yang tidak saja secara politis, namun secara spiritual juga memberikan gambaran yang jelas. Ia juga tengah menciptakan suatu bentuk kecerdasan baru dan suatu karya besar dari prosa dan puisi arab. Banyak di antara pengikut Muhammad yang pertama menjadi beriman semata-mata karena keindahan Al-Quran yang menggetarkan perasaan mereka yang paling dalam, melampaui konsepsi intelektual mereka sebelumnya dengan cara yang sangat indah, dan memberikan ilham kepada mereka pada suatu tingkatan yang lebih jelas dari pada kemampuan berpikir untuk mengubah seluruh cara hidup mereka. Salah satu diantara perubahan ini, yang paling dramatis, adalah Umar ibn al-khatab, seorang yang setia pada paganisme lama dengan lantang menentang ajaran Muhammad dan bersikeras menghancurkan agama baru tersebut. Ia bahkan juga orang yang ahli di bidang puisi arab, namun pertama kali ia mendengar ayat-ayat Al-Quran, ia terpesona oleh kefasihan tutur kata yang luar biasa. Menurutnya, bahasa Al-Quran meluluhkan seluruh keberatannya terhadap pesan-pesan yang terkandung didalamnya.
Agama yang baru itu, kelak kemudian di sebut islam ( islam : penyerahan diri ); seorang muslim adalah seorang pria atau wanita yang tunduk kepada Allah dan ketentuanNya, yakni agar umat manusia berlaku adil satu sama lain, tidak pandang bulu, dan saling mengasihi. Sikap ini terungkap dalam sujud ritual ( shalat ) yang harus dijalankan setiap muslim tiga kali sehari ( kelak jumlah shalat ini ditingkatkan menjadi lima kali sehari ). Etika suku yang telah berkembang pada masa sebelumnya adalah persamaan derajat; orang-orang arab tidak setuju dengan gagasan tentang monarki, dan mereka merasa jijik untuk menyembah –nyembah di laantai layaknya seorang budak. Akan tetapi, sujud dirancang sedemikian rupa untuk mengimbangi arogansi dan egosentrisme yang sedang tumbuh dengan cepat di Mekkah. Postur tubuh mereka akan mendidik ulang kaum muslim, mengajar mereka untuk mengesampingkan kebanggaaan dan sifat mementingkan diri sendiri dan mengingat bahwa di hadapan Tuhan mereka bukanlah apa-apa. Dengan tujuan untuk memenuhi ajaran inti al- Quran kaum muslim juga diwajibkan memberikan sebagian dari pendapatan mereka kepada kaum miskin dalam bentuk sedekah (zakah ). Mereka juga berpuasa di bulan ramadhan untuk mengingatkan diri mereka akan kekurangan kaum miskin, yang tidak mampu makan dan minum kapanpun mereka ingin.
Oleh karena itu, keadilan social merupakan kebajikan utama dalam islam. Sebagai tugas pertama mereka, umat islam diperintahkan untuk membangun komunitas ( ummah ) yang ditandai dengan kasih sayang, dimana terdapat distribusi kekayaan yang adil. Ini jauh lebih penting daripada ajaran doktrin apapun tentang Tuhan. Pada kenyataannya, Al- Quran memiliki suatu pandangan negative atas spekulasi teologi, yang disebutnya sebagai zannah, yaitu kecendrungan untuk memperturutkan pikiran dalam hal yang tidak dapat dipastikan oleh siapapun dengan cara apapun. Tampaknya, tidak ada gunanya berdebat mengenai ajaran-ajaran yang mendalam seperti ini; tetapi yang jauh lebih penting adalah usaha ( ijtihad) untuk hidup dijalan yang telah ditetapkan Tuhan bagi umat manusia. Kesejahteraan politik dan social ummah akan memiliki nilai suci bagi muslim. Jika ummah sejahtera, maka hal itu merupakan petanda bahwa kaum muslim hidup sejalan dengan kehendak Tuhan, dan pengalaman hidup dalam suatu komunitas yang benar-benar islami, yang menentukan penyerahan diri kepada Tuhan, akan memberikan kepda seorang muslim suatu keintiman dengan Yang Suci. Konsekuensinya, mereka akan menerima hinaan dan kemalangan yang diterima oleh ummah, sebagaimana pemeluk Kristen yang menghina Tuhan dengan menginjak injil dan menrobek-robek Ekaristi.

Karen Armstrong dalam “Islam : Sejarah Singkat” hal 4-6.

Comments