Istri-istri Nabi Merupakan “Cobaan”


Karen Armstrong dalam “ Islam : Sejarah Singkat” Hal 17

Jumlah istri Muhammad yang banyak kadang-kadang menimbulkan persepsi cabul di dunia barat, tetapi akan menjadi sebuah kesalahan jika membayangkan jika nabi sekadar bersenang-senang dalam kenikmatan seksual, seperti beberapa penguasa islam berikutnya. Saat masih di Mekah, Muhammad memilih monogamy, hanya menikahi Khadijah, walaupun poligami lazim dilakukan di arab. Khadijah jauh lebih tua daripada Muhammad, namun memberikan paling tidak enam orang anak diantara mereka hanya empat orang yang bertahan hidup. Di Madinah, Muhammad menjadi seorang sayyid (pemimpin) yang hebat, dan di duga memiliki banyak selir, tetapi sebagian pernikahannya lebih didorong oleh alasan politis. Pada saat ia membentuk “super suku”-nya yang baru, ia sangat ingin membuat pernikahan dengan beberapa sahabat dekatnya guna mengikat mereka dengan kuat. Istri batu yang paling dicintai Muhammad adalah Aisyah, anak perempuan Abu Bakr, ia juga menikahi Hafsah, anak Umar ibn al-Khatab. Ia menikahkan dua diantara anak perempuannya dengan Usman ibn Affan dan ali Bin Abi Thalib. Banyak di antara istri lainnya adalah wanita yang lebih tua, yang tidak mempunyai pelindung atau mereka yang memiliki hubungan dengan kepala suku yang telah bersekutu dengan ummah. Tidak ada diantara mereka yang memberikan anak kepada nabi. Para istrinya kadang-kadang lebih merupakan suatu halangan daripada kesenangan. Pada suatu ketika, di saat mereka tengah bertengkar mengenai pembagian rampasan perang, Nabi mengancam akan menceraikan mereka, kecuali mereka hidup dengan lebih sederhana sesuai dengan nilai-nilai islam.
Akan tetapi benar adanya bahwa Muhammad adalah salah satu diantara manusia langka yang benar-benar suka bersahabat dan membantu kaum perempuan. Beberapa sahabat laki-lakinya kagum dengan kemurahan hatinya terhadap para istri dan cara mereka berdiri di hadapannya dan menjawab pertanyaannya. Muhammad dengan cermat membantu mereka menyelesaikan pekerjaan rumah, mengatur pakaiannya sendiri dan berusaha keras menemani istri-istrinya. Ia sering kali membawa salah satu dari mereka dalam perjalanannya, dan meminta pertimbangan mereka dan dengan sungguh-sungguh mempertimbangan saran tersebut. Suatu ketika, istrinya yang paling cerdas , Ummu salamah, membantunya mencegah sebuah pemberontakan.


Comments