Kehendak Universal Tuhan dan Kehendak Parsial Manusia

Dikutip : Muhammad Fethullah Gulen (Islam : Rahmatan Lil Alamin hal; 50)



Kita bisa menjelaskan persoalan ini secara singkat dengan mengatakan bahwa memang ada kehendak yang dimiliki manusia, entah disebut dengan kehendak parsial, kehendak insani, atau bagian manusia. Kita juga bisa mengatakan kehendak universal, qudrat atau kehendak penciptaan yang semuanya sifat Allah untuk menyebut sifat maha penciptaan Allah. Ketika persoalan ini dilhat dari sisi terkait dengan Allah SWT, tampak seolah -olah Allah yang mengharuskan kehendak Nya dan memaksakan terjadinya berbagai peristiwa dalam bentuk tertentu. Demikianlah masalah "pemaksaan Tuhan" masuk dalam persoalan ini. Atau, ketika pembahasan persoalan ini dilihat dari sisi terkait dengan manusia, tampak seolah-olah manusia melakukan amalnya sendiri. Dengan demikian, setiap manusia menciptakan sendiri amalnya. Ini adalah pemikiran Muktazilah.
Allah menciptakan semua yang terjadi di alam. Inilah pengertian "kehendak universal" yang disebutkan oleh pertanyaan di atas dan pengertian firman Allah SWT: "Allah menciptakan kalian dan apa yang kalian perbuat" (QS Al Shaffat : 96). Artinya, Dia yang menciptakan kalian berikut amal-amal perbuatan kalian.

Jika engkau membuat sebuah mobil atau membangun sebuah rumah, misalnya, Allah lah yang menciptakan semua semua pekerjaan tersebut. Pasalnya, engkau dan pekerjaan mu kembali kepada Allah. Namun, ada beberapa hal yang kembali kepadamu dari pekerjaan ini, yaitu usaha dan aktivitasmu. usaha dan aktivitasmu itu menjadi sebab yang sederhana. Yang sama seperti keberadaan jaringan besar listrik yang bisa menyinari wilayah sangat luas dengan hanya menekan sebuah tombol. Sebagaimana disini kita tidak bisa mengatakan bahwa engkau tidak berbuat apa-apa dan tidak memiliki campur tangan, demikian pula kita tidak bisa mengatakan bahwa engkau tidak bisa tidak berbuat apa-apa dan tidak memiliki campur tangan, demikian juga kita tidak bisa mengembalikan penyinaran dan penerangan itu kepada dirimu semata. Pekerjaan ini tentu dinisbahkan kepada Allah SWT. Hanya saja, ketika Allah menciptakan pekerjaan dan perbuatan itu sebelum keterlibatan mu yang tidak seberapa di dalamnya, Dia menjadikan keterlibatanmu itu sebagai syarat normal dan apa yang akan Dia lakukan dilandaskan pada keterlibatan di atas.

Misalnya, Allah lah yang membangun instalsi listrik di masjid ini dan menjadikanNya bekerja. Dia pula yang membuatnya bisa memberikan penerangan. Sebab, penerangan yang berasal dari aliran elektron jelas sebuah perbuatan. Perbuatan ini tentu saja dinisbahkan kepada Cahaya segala cahaya, Penerang cahaya, dan pembentuk cahaya, yaitu Allah SWT. Hanya saja, di sana ada aktivitas yang melibatkanmu, yaitu menekan tombol di instalasi yang telah Allah letakkan. Artinya, proses dan tugas penciptaan cahaya yang berada di luar kemampuanmu dinisbahkan kepada Allah SWT.

Marilah kita lihat contoh lain. Sebuah mesin siap untuk bekerja dan tugasmu hanyalah menekan tombol. Proses yang membuat mesin bergerak tentu dinisbahkan kepada yang menciptakannya. karena itu, kita menyebut aktivitas tidak berarti dinisbahkan kepada manusia sebagai "usaha" atau "kehendak parsial", sedangkan kita menyebut apa yang dinisbahkan kepada Allah sebagai "penciptaan". Demikianlah pembagian kehendak di hadapan kita :

1. kehendak universal
2. kehendak parsial
Arti kehendak adalah kemauan. Ini mengacu kepada firman Allah SWT : " Kehendak kalian tidak akan terlaksana kecuali jika Allah menghendaki" (QS Al Insan : 30). Masalah ini tidak boleh disalahpahami. Sebab ketika berkata bahwa hamba memiliki bagian kecil dari kehendak yang tercermin dalam usaha menekan tombol, kita berbeda dengan kalangan jabariah. Sebaliknya, ketika kita berkata bahwa Allah adalah Pencipta amal dan perbuatan, ini berbeda dengan pemikiran muktazilah dan penganut filsafat rasionalisme. Dengan demikian, kita tidak mengikuti salah satu dari mereka dalam keyakinan rubuniyah dan uluhiyah Allah SWT. Juga, kita tidak membuat tandingan dan sekutu bagi Nya. Sebagaimana Allah yang Maha Esa dan Tunggal dalam Zat Nya, demikian pula dalam perbuatan dan tindakan Nya. Allah lah yang menciptakan sesuatu. Namun, untuk memberikan tugas dan ujian, serta rahasia dan hikmah lain, Dia menerima usaha dan keterlibatan manusia sebagai syarat dan sebab. Sebagai contoh akan diutarakan sebuah contoh dari ulama Said Nursi, beliau mengungkapkan :

Misalkan seorang  anak kecil berharap engkau mengendongnya dan membawanya ke suatu tempat. Engkau lalu menuruti keinginannya. Namun, tiba-tiba di sana ia kedinginan dan sakit. layak kah ia mencacimu dengan berkata, " mengapa engkau membawaku ke tempat ini ? " Tentu tidak pantas baginya untuk mencacimu sebab dia sendiri yang meminta. Bahkan, engkau layak membentaknya jika ia mengatakan hal tersebut. Dalam hal ini, apakah engkau dapat menafikan kehendak si anak ? Tentu tidak, sebab ia meminta. Namun, engkaulah yang membawa anak tersebut ke tempat itu. Adapun sakit yang di derita si anak bukanlah perbuatannya. Perbuatannya tidak lebih sekedar meminta. Di sini kita harus bisa membedakan antara yang memberi sakit, yang mengantar anak ke tempat, dan yang meminta untuk di antar. Dengan perspektif inilah kita bisa melihat ketentuan Allah dan kehendak manusia. Allah lah yang menentukan segala sesuatu.


Wallahu A'lam bi-al- Shawab.

Comments