Format Perkaderan HMI



Kader HMI adalah ahli waris Indonesia yang paling representative. Hal ini dimungkinka karena reflekssi perkaderan HMI adalah pembentukan komitmen keislaman, keIndonesiaan dan kemodernan. Oleh karena itu komitmen ini harus di kawal dan dijadikan gagasan fundamental dalam sendi kehidupan berbangsa dan berbegara, apabila kita tidak ingin ahli waris Indoesia akan berpindah ke pangkuan orang lain, karena HMI adalah organisasi yang inklusif yang ditandai dengan cinta ilmu dan peradaban.
Sebagai organisasi yang inklusif, maka kader-kader HMI mesti terbuka untuk menerima kritik serta kebenaran dari manapun datangnya. Kader HMI mesti militan memperjuangkan cita-citanya tetapi bukan ekslusif.
Menurut catatan sejarah, kemunculan HMI sebagai organisasi kader yang modern,sistematis dan berkesinambungan dimulai sejak 1958 atau kurang lebih setelah sepuluh tahun dideklarasikan berdirinya HMI dan sistem perkaderan diberi nama Pendidikan Dasar Kepemimpinan.
Ismail Hassan Metareum (ketua Umum PB HMI Periode 1957-1960) menganggap langkah penting HMI itu sebagai langkah perintisan karena belum ada organisasi mahasiswa yang melakukan perkaderan secara terencana dan berkesinambungan. Lokakarya perkaderan asional di pekalongan awal tahun 1960an menghasilkan pedoman materi latihan dasar kepemimpinan yang disyahkan oleh kongres VII HMI tahun 1963.
HMI telah berfungsi sebagai wahana berkumpulnya the young educated elite dalam jumlah besar dan kemunculan mereka bukan saja unifikasi pandangan budaya dan politik massa muda terdidik, tetapi ii bisa di capai melalui proses perkaderan HMI yang tipikal untuk para anggotanya. Dalam konteks perjudian politik masa depan, kemampuan akademis yang masih dimiliki secara masif oleh anggota HMI suatu ketika bisa berfungsi sebagai mesin yang memproduksi secara besar-besaran kalangan menengah perkotaan di Indonesia.
Proses perkaderan adalah suatu proses yang berkesinambungan dan terus mengalami perkembangan. Mencermati realitas perkaderan HMI yang selalu bersentuhan dengan dinamika dan pertarungan politik, membawa konsekuensi bagi HMI yaitu HMI yang diwarnai oleh mainstream mission HMI kepada perkaderan politik.
Apalagi di tambah dengan sangat banyak alumn HMI yang menduduki posisi strategis dalam struktur politik penguasa orde baru dan orde reformasi. Persoalan perkaderan yang terlanjur sangat kompleks sehingga orientasi pada politik kekuasaan (power politics)  sudah merupakan bagian sangat penting dalam setiap wacana dan prilaku kader-kader HMI. Sebagai orrganisasi yang independen , sebagian aktivis HMI melakukan training dan pembentukan kader para anggotanya melalui basic training (LK1), intermediate training (LKII), advance training (LKIII) dan training-training lainnya.
Bagaimana dengan lingkungan yang membentuk kaderisasi HMI ? HMI connections atau alumni HMI sebagai senior mempunyai pengaruh cukup besar kepada yuniornya, dalam berbagai hal seperti sumber dana, pemikira maupun profesi. Namun hal ini penuh dengan plus minus kalaulah tidak mau dikatakan kontriversial.
Disamping memberikan bantuan dana untuk operasional kegiatan tidak dapat dipungkiri para alumni juga mengambil mafaat dari para yuniornya dan bahkan kalau mungkin organisasinya untuk kepentingan politik praktis. Kondisi in mudah di lihat dari lingkungan HMI. Posisi semasa orde baru dan setelahnya telah mengalami perubahan iklim yang sangat menonjol sehingga perlu di kaji dampaknya bagi perkaderan yang ada.
Peranan HMI dalam orde baru sangatlah besar, dimana basis kekuatan non komunis saat itu yang dikenal dengan angkatan 66 adalah kader HMI.
Adapun metode gerakan yang dilakukan oleh para mahasiswa pada periode 1965-1966 praktis direkayasa oleh aktivis HMI yang ada di kampus maupun di gerakan ekstra universitas, dan HMI selalu mengambil posisi yang menentukan. Kondisi ini disebabkan oleh dua hal, yaitu pertama, merupakan hasil proses kaderisasi (training formal) yang sangat intensif dilakukan oleh jajaran organisasi dan pada semua tingkatan pelatihan yang berlangsung sekitar tahu 1963-1965. Kedua disebabkan karena para aktivis HMI itu semasa periode pergerakan 1964-1965 menghadapi pengayangan oleh PKI terhadap HMI sehingga kader HMI terlatih menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dengan counter attack (gerakan balasan) terhadap PKI.
Dalam melakukan perubahan atau pergerakan mencapai tujuan HMI untuk membangun umat dan bangsa , maka perjuagan HMI dapat dilakukan melalui jalur resmi maupu jalur partikular yakni berjuang dari dalam (struggle from within) dan berjuang dari luar (struggle from without) kekuasaan. Konsep perjuangan yang dilakukan sejak tahun 1970-an terutama bagi kader HMI yang telah menjadi alumni bukan saja boleh dekat dengan kekuasaan tetapi harus masuk kedalam arena kekuasaan.
Namun konsep ini belum terbukti melahirkan perimbangan peranan HMI antara keberpihakan terhadap kepentingan rakyat dengan kekuasaan. Ada baiknya kita merenungkan kembali kata sambutan pendiri organisasi ini Alm. Lafran Pane, dalam peringatan Dies Natalis ke 22 HMI cabang Yogyakarta di Gedung Seni Solo tanggal 5 Februari 1969, mengatakan bahwa yang membedakan HMI denga organisasi lain adalah anggota HMI berwawasan keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaa dengan kualitas lima insan cita dan bersifat independen.
Setidaknya ada dua hal yang dapat kita petik dari pernyataan Lafran pane tersebut. Pertama, HMI adalah organisasi kader independen sejak berdirinya hingga sekarang, dan kedua , mindset kekaderan yang di bangun HMI adalah keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan.
Dengan memposisikan diri sebagai organisasi kader  yang independen dengan mindset keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaa maka formula kekaderan HMI harus diarahkan untuk tetap memperhatikan dinamika, tuntutan dan perkembanga zaman. Karenanya berbagai kegiatan dalam rangka mencari formulasi yang lebih tepat terus dilaksanakan. Diantara kegiatan-kegiatan ity ada seminar nasional metode training, senior course (sekarang menjadi Training instruktur), seminar kader nasional, lokakarya perkaderan dan lain-lain.
Kesadaran bahwa organisasi HMI adalah organisasi kader sangat penting , sehingga kegiatan pragmatisme HMI serta kungkungan senioritas yang memanfaatkan yuniornya sekaligus organisasi nya bisa diredam, karena perhtian sebagai organisasi kader disebabkan karena memang pada dasarnya (khittahnya) HMI berfungsi sebagai organisasi kader, juga karena organisasi ini sadar bahwa posisi kader juga memiliki peran yang sangat vital, yaitu berfungsi sebagai arah penggerak yag berada di garda terdepan mempertahankan eksistensi organisasi yang meruakan anggota inti memegang tongkat estafet kepemimpinan.
Mengingat fungsi HMI sebagai organisasi kader, maka seluruh aktivitas atau kegiatan HMI dikembangkan pada penggalian potensi pribadi dan anggotanya dalam rangka melahirkan anggota-anggota yang militan, memiliki kedalaman pengetahuan dan keimanan, serta mempunyai kesetiaan pada organisasi. Adapun  penekanan perkaderan dititikberatkan pada hal-hal berikut :
a.      Watak dan kepribadian, yang dilakukan dengan cara memberi pemhaman agama sebagai dasar kesadaran
b.     Kemampuan ilmiah, yaitu membina seseorang hingga memiliki pengetahuan, kecerdasan, dan kebijaksanaan
c.      Keterampilan yaitu, kepandaian menterjemahkan ide-ide dalam praktek

Arah perkaderan HMI tercermin dalam tujuan HMI, yaitu “terbinanya insan akademis, pencipta pengabdi yang memiliki kualitas insan cita (akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan islam serta bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT”. Dalam rangka mewujudkan terbinanya individu HMI yang memiliki insan cita tersebut, maka berbagai kegiatan dilakukan untuk mencapai tujuan HMI.
Bertolak dari landasn, arah dan  tujuan perkadera HMI, maka akhir dari perkaderan HMI adalah terwujudnya muslim yang handal , profesional dan bermoral dengan kekuasaan itelektualitas dan keimanan yang tinggi. Aspek yang ditekankan dalam kaderisasi adalah pembentukan integritas watak dan kepribadian, pengembangan kualitas intelektualitas atau kemampuan ilmiahnya, pengembanganprofesionalitas dan keterampilannya.
Belakangan banyak kritik konstruktif dialamatkan kepada sistem perkaderan HMI. Ada yang berpendapat formulasi perkaderan yang tepat, HMI harus mampu mendeskripsikan kembali perjalanan organisasinya untuk mendapat keunggulan kompetitif sumber daya manusia yang dimilki sekaligus eksis di tengah tengah gerakan sosial masyarakat yang sangat akseleratif. Dalam konteks ini maka, Hmi harus kembali kepada tradisi intelektual dan berperan lebih populis. Ada pula pandangan lain yang menyatakan HMI perlu mengadakan revitalisasi yaitu menyakini dan menyadari sedalam-dalamnya bahwa keluarga besar HMI secara terus menerus mengemban tugas luhur dan mulia yang bercirikan nafas keislaman, keindonesiaan dan kemahasiswaan dalam mengaktualisasikan eksistensinya visi dan misinya. Ada pula gagasan pentingnya HMI melakukan reaktualisasi yaitu menghidupkan idela moral HMI dalam konteks kekinian. Di samping itu, masih banyak pandangan lain menyoroti perkaderan didalamnya.
Banyaknya pemikiran tentang bagaimana seharusnnya perkaderan HMI menunjukkan betapa besarnya perhatian masyarakat, khusunya para kader dan alumi HMI  terhadap organisasi ini. Kita harus bangga dengan fakta ini, karena itu perlu kiranya formulasinya kembali kepada perkaderan HMI agar organisasi ini tidak ditinggalkan anggota dan simpatisannya.

Comments