Rekrutmen Kaderisasi HMI




Seperti halnya dalam teori manajemen alur produk itu melalui proses produksi, distribusi kemudian konsumsi. Sehingga dikembangkan menjadi alur input kemudian di proses untuk menghasilkan output. Input yang baik akan menghasilkan output yang baik dengan proses yang baik tetapi, input yang baik akan menghasilkan output yang kurang baik apabila di proses dengan tidak begitu baik.
Jika mengacu kepada jenjang perkaderan yang sistematis, jenjang perkaderan itu dimulai dari tingkat komisariat yang di kenal dengan basic training (LK1), kemudian Intermediate training (LK 2) di tingkat cabang, selanjutnya advance training (LK3) di tingkatan badan koordinasi (badko) atau Pengurus Besar (PB). Terlihat jelas bahwa awal mula dari perkaderan itu ada dalam tingkatan komisariat melalui basic trainingnya (LK1), tanpa proses ini LK 2 dan LK 3 mustahil berjalan.
Sehingga seharusnya kita menyadari bahwa perkaderan itu ujung tombaknya ada di basic training jadi ada proses rekruitment yang  harus di jalankan dengan semestinya sesuai dengan pedoman perkaderan dan tujuan kaderisasi itu sendiri.
Ada banyak cabang HMI di Indonesia juga mengindentifikasi bahwa ada banyak komisariat yang berbaung di bawahnya. Dari sekian banyaknya jumlah komisariat HMI di Indonesia tentu mempunyai latar belakang sejarah dann kultural organisasi yang berbeda yang berimbas kepada proses dan lingkungan kaderisasi yang berbeda –beda antar komisariat.
Perbedaan kultur organisasi antar komisariat jelas juga bedampak kepada perbedaan kultur proses perkaderan di komisariat tersebut. Sehingga kader yang dihasilkan dari masing-masing komisariat juga sesuai dengan kultural komisariat masing-masing.
Sebagai ujung tombak perkaderan, setiap komisariat harus lah memahami kultural komisariatnya masing-masing karena berimbas kepada proses perkadera yang diinginkan.
Selanjutnya, image HMI yang dekat dengan pragmatisme politik praktis, demonstrasi yang dilakukan oleh HMI kemudian diberitakan meyimpang oleh berbagai media menimbulkan image HMI yang tidak lagi bersama rakyat, yang tidak lagi menjunjung nilai – nilai dasar perjuangannya ikut mempengaruhi persspektif mahasiswa/i yang akan direkrut.
Proses perkaderan berawal dari rekrutmen yang selektif, sehingga HMI harus membaca kembali kebutuhan mahasiswa di kampusnya masing-masing, sehingga upaya HMI untuk membangun atau meyediakan kebutuhan mahasiswa tersebut dapt terpenuhi yag akan berimbas kepada proses rekrutmen itu sendiri.
Image HMI yang buruk membuat HMI tidak lagi populer di kalangan mahasiswa terutama sekali mahasiswa yang awam. Kelas mahasiswa yang seperti itu mudah sekali diprovokasi oleh slogan-slogan anti HMI. Makanya HMI harus tanggap membaca peta kebutuhan mahasiswa di kampusnya masing-masing, atau dalam  istilah lain HMI harus memenuhi student need di kampusnya masing-masing sehingga mahasiswa akan dengan suka rela mendaftar untuk mengikuti basic training yang diadakan oleh komisariat.
Sebagai insan akademis, HMI harus memetakan kondisi eksternal dan internal komisariatnya masing-masing. Hal ini sangat penting mengingat HMI eksis di zaman keterbukaan, demokrasi yang tergabung dalam slogan reformasi. Analisis yang umum di gunakan adalah analisis SWOT

Comments