Sulitnya basic Training HMI di Graha Insan Cita


Graha Insan Cita tempat megah yang “katanya” milik Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa yang berdiri sejak 1947 ini merupakan organisasi mahasiswa yang tertua dan terbesar di Indonesia. Organisasi mahasiswa yang bertahan sampai sekarang karena system perkaderannya yang terstruktur. Iya tanpa perkaderan, organisasi ini tak akan bertahan lama.

Graha Insan Cita yang berada di Jl. Prof Lafran Pane Depok[1] ini menjadi tempat sentral sebagian besar aktvitas HMI. Event yang terbesar tentu saja menjadi tuan rumah Kongres pada tahun 2010. Tempat ini menjadi wadah yang nyaman dalam aktvitas perkaderan HMI, basic, intermediate, bahkan advance training diselenggarakan  di sana dengan semua fasilitas yang sangat cukup. Ruangan menginap, toilet yang memadai serta ruangan sidang tersedia sangat baik. Kader HMI khususnya yang di Jakarta dan Depok sangat akrab dengan tempat ini. Tapi seperti nya itu Cuma memorabilia, Cuma kenangan….



Agak kesini, tempat yang biasa disebut dengan GIC itu menjadi wadah komersil dijadikan komoditas, sah-sah saja memang. Tak jarang terdapat training non HMI diselenggrakan disana, sertifikasi guru, seminar-seminar termasuk pelatihan untuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI), terakhir ada pelatihan serupa untuk TKI yang akan dikirm ke korea. Tambahan di akhir minggu juga sering di jadikan tempat resepsi pernikahan.

Ada yang salah ? tentu saja tidak, pihak manajemen GIC berhak melalukan itu dari segi ekonomis dan itu wajar. Cerita dari beberapa kawan-kawan HMI, GIC melakukan itu, menyewakan berbagai sarana tersebut justru untuk menopang  kegiatan HMI. Mencari atau menjadikannya sebagai sumber dana yang kemudian digunakan untuk menopang kegiatan perkaderan HMI di tempat yang sama. Tentu saja ini wajib dimaklumi mengingat GIC membutuhkan biaya perawatan termasuk biaya konsumsi  untuk kegiatan perkaderan HMI itu sendiri,dengan pertimbangan kegiatan HMI di tempat itu secara total gratis.

Masalah kemudian muncul, ada kesan pihak manajemen GIC mulai menjadikan GIC sebagai komoditas dan mengesampingkan prioritas utamanya yaitu perkaderan HMI. Mengingat susahnya sarana dan prasarana LK 1 untuk HMI di Jakarta maka tindakan GIC menjadi masalah yang penting. Sering ditemukan LK 1 Komisariat di Jakarta di laksanakan d puncak, bogor dengan alasan militansi tentu saja, padahal alasan itu sudah usang.  Masalah utamanya mereka jelas tidak mendapat tempat di GIC karena prioritas GIC yang “menjual” GIC untuk kegiatan non HMI.

To be continue….



[1] Apakah warga sekitar tahu bahwa Lafran Pane adalah pendiri HMI yang kemudian di jadikan nama jalan di daerah mereka ?

Comments