Revitalisasi Kreativitas Pemuda Indonesia Dalam Membentuk Kembali Kepribadian Indonesia






Redefinisi Ulang Karakter Pemuda 


Pemuda, identik dengan perubahan. Jelas untuk perubahan yang lebih baik, pemuda disebutkan dalam banyak referensi mempunyai peran sangat penting dalam menggerakan perubahan sebuah lingkungan, masyarakat, bangsa dan sebuah negara. Sebuah pernyataan klise sering didengar “jika ingin menghancurkan sebuah bangsa maka rusaklah pemudanya”. Klise karena kita hanya mendengar tapi tidak serius menanggapinya, dianggap remeh karena justru di Indonesia, pemudalah yang menjadi agent demoralisasi, narkoba, sex bebas, hilangnya etika kesopanan, tawuran, dan yang paling mendapat perhatian adalah paradigma pragmatisme di kalangan pemuda. 


Indonesia katanya negara kaya, paru paru dunia, pluralisme kebudayaan dan pariwisata dengan populasi pemuda yang tidak sedikit [1]. Jadi,  Logika sederhananya apa yang kurang dari perkembangan pembangunan di Indonesia ? kualitas pendidikan, konspirasi international, atau sebab yang lainnya ? Sejarah menjelaskan dengan gamblang negara seperti Jepang, swiss, bahkan Singapura yang minim dengan aset sumber daya alam yang minim tapi menjadi negara yang diperhitungkan karena berhasil melakukan investasi di bidang sumber daya manusia, atau Brunei Darussalam dengan jumlah penduduknya[2] tidak sebanyak Indonesia tetapi masuk kategori negara yang minim konflik dan cukup sejahtera. 


Pemuda Indonesia harus mendefinisi ulang tentang hakekat keberadaannya dalam arti fungsi kualitas golongannya dalam ruang lingkup pembangunan peradaban Indonesia. Iya, mungkin benar pemuda Indonesia sudah menjadi target demoralisasi, pemasaran narkoba dan produk budaya barat yang tidak sesuai dengan pribadi bangsa Indonesia, tapi keadaan inilah yang harusnya memaksa diri pemuda sadar dan kembali dalam track karakternya sebagai motor dan aset bangsa dengan konstribusi positif. Pemuda Indonesia harusnya berpikir mereka adalah aset negara dengan tujuan jangka panjang dan berdampak terhadap eksistensi Negara Indonesia bukan tujuan jangka pendek seperti pragmatisme dan haus kekuasaan[3].



Kreativitas Pemuda Sebagai Solusi Krisis Indonesia 


Setelah kaum pemuda menyadari golongannya adalah aset bangsa yang sangat vital, bahwa slogan “kepemimpinan kaum muda” tidak hanya lips service, bahwa founding father negara ini, Soekarno mengatakan dengan 10 pemuda Ia akan menggoncangkan dunia harus menjadi realitas dan tidak hanya menjadi mimpi terus menerus yang tetap tenggelam. Maka, kreativitas dan mentalitas berpikir positif harus terus berkembang dalam diri pemuda melalui aktif dalam forum forum ilmiah, langkah demi langkah bergerak maju kedepan terus memperbaiki dirinya. Belajar adalah proses yang tidak pernah selesai adalah paradigma kunci pemuda Indonesia dalam berpikir kreatif. Kreativitas adalah kunci keluar dari krisis multidimensi yang melanda di Indonesia. 


Dalam sebuah negara yang krisis multidimensi dibutuhkan martir yang kreatif, yang dengan kreativitasnya bisa membuat inovasi baru yang positif kemudian ditiru oleh yang lain atau bahkan memperbaruinya dan menjadi motor perubahan peradaban. Dengan potensi yang dimiliki Indonesia ditambah support dari pemerintah dalam hal ini mungkin bisa di wakili oleh Kementerian Pemuda Dan Olah raga (Kemenpora) dan kementerian lainnya, gaung optimis kebangkitan Indonesia akan lebih kencang terdengar, langkah selanjutnya adalah merealisasikannya. Bahkan seharusnya pemuda Indonesia dengan semua potensinya bisa  tidak hanya menjadi martir perubahan tetapi menjadi pencipta para martir martir perubahan.







[1] Sebagai referensi : Data Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunjukkan, jumlah pemilih pemula Pemilu 2014 yang berusia 17 sampai 20 tahun sekitar 14 juta orang. Sedangkan yang berusia 20 sampai 30 tahun sekitar 45,6 juta jiwa.

[2] Negara Brunei Darusallam merupakan Negara kecil yang kaya akan minyak bumi dan gas alam, dengan pendapatan perkapitas penduduknya $ 24,826 tertinggi di duniadengan jumlah penduduk 385.660 jiwa, lebih dari 65% bangsa Brunei adalah keturunan melayu, sedangkan 25%  


[3] Teori hegemoni Gramsci menyatakan negara akan merosot tajam jika intelektualis mudanya berselingkuh dengan kekuasaan

Comments