Segitunya uang merampas kebahagiaan orang - orang.


Seorang teman yang cerdas setidaknya dia bisa dikatakan begitu karena meraih magister manajemen di kampus negeri kota ini, mengatakan dulu sambil bergurau bahwa di Jakarta lelaki bahkan harus menjadi banci untuk mencari hidup, slogan Jakarta itu keras Boss sering ku temukan di twitter. 

Dia mengatakan itu karena dua orang banci mengganggu jam makan malam kami dengan mengamen menyanyikan lagu seadanya, taktik yang bagus karena sepertinya mustahil bagiku untuk tidak memberi mereka uang bukan karena suaranya yang bagus, tentu saja kalian bisa membayangkan suara banci ngamen di Jakarta. Tapi jelas jelas aku tidak suka dan risih pastinya tidak mau berurusan lama dengan musisi banci ini. 

Kemudian, jika bukan karena suaranya yang bagus dan tentu saja (lagi) tampilannya yang sangat kumuh, apalagi yang dijual dari banci yang mengamen ini ? 

Para idealis mungkin dengan santai akan bilang Jakarta terlalu kapitalis sehingga menjadi individualis. Tanya kepada The Jak Mania bagaimana mentalitas Jakarta ? mereka pasti tahu Jakarta adalah kotanya perantau, iya mentalnya para perantau.

Tadi pagi, sesekali ku melirik dompet yang tergeletak di sebelah televisi, sudah sangat lusuh. Itu pemberian ayah waktu ku pulang beberapa tahun yang lalu. Dompet yang tidak layak pakai pikirku. Kemudian ku mencoba menghubungi teman untuk mengajaknya membeli dompet baru. Sayangnya dia harus pulang ke bekasi , pengakuannya begitu.

Singkat cerita, temanku tidak jadi pulang ke bekasi karena tidak punya ongkos. Sejauh itukah Bekasi ? planet lain kata orang orang tentang topik buly Bekasi.

Hanya karena ongkos 10 ribu rupiah dia tidak jadi pulang, tidak bertemu keluarga tercintanya ? 

to be continue.

Comments