Investasi Besar Bidang Pendidikan; Sebuah Autokritik Perkaderan HMI Jakarta

Sebuah buku tentang filsafat yang penulisnya berupaya meyakinkan bahwa filsafat adalah sebuah revolusi tanpa henti[1] yang berjudul Filsafat Sebuah Revolusi Hidup karya Reza A.A Wattimena menyatakan,

“...., negara harus melakukan investasi besar di pendidikan. Pendidikan universal gratis bagi semua warga tidaklah cukup.”[2]


Iya, negara ini butuh investasi di bidang pendidikan mengacu kepada Jepang yang hancur pasca bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada perang dunia II, begitu juga Singapura atau Swiss atau negara lainnya yang sebenarnya minim sumber daya alam tetapi berhasil investasi di bidang pendidikan sumber daya manusianya, sekarang menjadi negara besar yang cukup untuk mensejahterkan warga negaranya. 

Ada kata pendidikan universal gratis disitu, dengan mengesampikan makna kata pendidikan universal tapi fokus kepada pendidikan yang gratis. Di Indonesia, pendidikan gratis di wacanakan selalu untuk kepentingan politik, menjelang pilkada misalnya atau semboyan dan jargon semu pemerintah, Marx menyebutnya “meninabobokan” rakyatnya sendiri. 

Bagi kader HMI atau dalam konteks keIndonesiaan ternyata pendidikan gratis itu ada yaitu pada organisasi mahasiswa yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)[3]. Di Jakarta, untuk mengikuti basic training HMI yang merupakan syarat utama menjadi anggota penuh HMI tidak perlu bayar kan ? cukup screening seadanya saja dan menurut beberapa sumber sistem perkaderan HMI adalah yang terbaik, dan karena perkaderannya maka organisasi ini masih tetap hidup dan berkembang. 

Ada banyak sumber yang bisa kita temukan secara serampangan tentang perkaderan HMI, konon katanya perkaderan yang sistematis dan berkualitas ini menjadikan HMI sebagai “leading of change” mengingat alumni nya yang tersebar dan menjadi bagian penting bagi pembangunan bangsa Indonesia, sebutlah beberapa nama misalnya Akbar Tanjung, Mahfud MD, Anies Baswedan dll.
Artinya secara sederhana masih ada harapan membangun bangsa dengan mengikuti pola perkaderan HMI yang gratis [4]. Mengacu kepada pengertian kader itu sendiri, perkaderan di HMI sangat mudah misalnya ada banyak kajian atau diskusi dari level komisariat, cabang bahkan PB HMI yang gratis tetapi mendapatkan materi yang berkualitas yang tidak membutuhkan biaya bahkan di sembarang tempat, kantin, taman, warung kopi dan sebagainya yang tidak didapatkan dalam kuliah formal.
Tetapi diskusi/kajian seperti itu mempunyai dua sisi, layaknya logicus terminus total. Ada pendapat dimana membaca tidak lagi menjadi pondasi dasar bagi perkaderan HMI, diskusi/kajian menjadi ajang eksistensi senior dimana itu adalah wadah cerita romantisme sejarah senior dan kita harus mengiyakannya tanpa mengkritisinya. 

Kajian itu biasa disebut sebagai perkaderan informal[5] yang justru tidak diminati. Tidak cukup kurang diminati, walaupun gratis bahkan mendapat tudingan dan kampanye negatif justru dari kader HMI sendiri. Training Revolusi Kesadaran misalnya, sangat kerap disebut sebagai training mahzab Syiah karena hanya beberapa referensi bukunya menggunakan buku buku karya Murtadha Mutthahari, [6] atau ada beberapa kajian yang hanya ramai dihadiri hanya pada awal awalnya saja, ada krisis konsistensi disini. Yang lebih kocak adalah ada intrik kajian semacam ini merupakan bisnis untuk mencairkan dana dari proposal proposal yang dibuat. [7]

Jadi bagaimana dilema ini diselesaikan ? bagaimana bisa menjadi kader umat kader bangsa jika ingin berhasi tetapi dengan proses instan bahkan tanpa proses sekalipun ?
“tidak ada keberhasilan tanpa kelelahan”

To be continue



[1] Reza A.A. Wattimena, Filsafat Sebuah Revolusi Hidup, Kanisius, Hal 2, sebenarnya penulis tidak begitu yakin dan setuju dengan pendapat ini, karena seperti ilmu pengetahuan lainnya filsafat punya mainstream metode yang sudah pakem, walaupun punya beberapa cabang aliran pemikiran
[2] Ibid, hal 55
[3] Walaupun sebenarnya tidak pernah gratis, karena syarat masuk HMI pertama harus kuliah, kedua harus beragama islam, dan itu tidak gratis, kuliah harus bayar
[4] Tentu saja kita harus menegasikan intermediate training atau advance training dan sejenisnya yang sebenarnya membutuhkan uang pendaftaran
[5] Tentu saja perkaderan seperti ini tidak mesti forum diskusi, ada learning by doing misalnya ikut demonstrasi
[6] Dengan segala hormat tudingan ini bahkan tidak bisa di jelaskan oleh para penudingnya sendiri, artinya tuduhan ini sangat tanpa dasar
[7] Dalam sebuah kajian yang juga gratis, seorang pembicara yang juga adalah senior menyatakan bahwa training seperti itu menghina cabang yang formal. Sangat aneh dan menyimpang dari pengertian perkaderan HMI itu sendiri.

Comments

Post a Comment